Aku, kamu dan buku.

Inggrid Hayuningtyas
3 min readJan 24, 2017

--

Harus berapa kali lagi saya jelaskan kalau saya lebih menyukai harum kertas dan tinta daripada harum kedai kopi yang harga satu cangkirnya bisa beli buku karangan penulis lokal?

Masih ada aja orang yang entah bagaimana bisa mencibir para pembaca buku seperti saya, atau seseorang yang bilang selalu ingin baca buku ‘itu’ tapi nggak ada hasilnya; jangankan hasil, orang waktu dan uangnya dibuat nongkrong dan belanja baju buat #ootd dan post instagram.

Suer, saya males liatnya, akhirnya saya jarang balesin chat saat dia lagi curhat. Anggaplah saya jahat, tapi ya mau gimana kalau sebel? saya kan masih belajar dewasa.

Jadi, untuk yang kesekian kalinya saya bilang sama kamu kalau saya lebih memilih menghabiskan hari minggu dengan membaca buku dan mendengarkan lagu di kamar, daripada harus ngopi diluar. Orang kopi buatan saya sendiri lumayan kok! ha!

Saya nggak pernah menyuruh orang lain buat membaca buku, bagi saya itu kemauan tiap orang, nggak bisa dipaksa, sama seperti mereka nggak bisa memaksa saya buat nongkrong-nongkrong nggak jelas.

Kenapa sih kamu suka baca buku?

Pertanyaan klasik, saya males jawabnya, mungkin nanti kalau ditanya lagi, saya bakal kasih link tulisan ini.

Nggak ada alasan khusus kenapa saya suka baca buku, saya cuma suka melihat kisah orang lain tanpa harus mencampuri urusannya. Dari sana kita bisa mengambil cara orang lain dalam memandang permasalahan. Makanya saya agak nggak cocok sama science fiction, dystopian atau kisah-kisah tentang dunia yang dibuat oleh manusia. Menurut saya, akan selalu ada Tuhan yang mengatur hidup manusia, nggak mesti kita menganut suatu paham seperti divergent atau memusuhi Lord Voldemort. Tapi saya akan senang hati memilih hidup bahagia dengan Edward Cullen hahaha.

Tapi toh saya tetep baca genre-genre itu, menurut saya, pembaca yang baik adalah yang membaca semua genre buku, sama seperti penyanyi yang baik adalah penyanyi yang bisa menyanyikan semua genre musik.

Saya lebih suka cerita-cerita sederhana, dengan permasalahan umum, dan hasil yang sedikit bisa ditebak namun diringkas dengan begitu apik hingga kita bisa mengambil pelajaran dari sana.

Contohnya saja Karyanya Nicholas Sparks, Eka Kurniawan yang saya gemari, dan Jojo Moyes serta Asma Nadia, atau bahkan karya John Green dan penulis dunia macam Jane Austen dan Shakespeare.

Ceritanya mereka itu sederhana, nggak perlu mikir dalam buat mengerti, tapi dari sana kita bisa mengambil pesan si penulis. Sampai saat ini buku yang paling ingin saya lengkapi ya bukunya Nicholas Sparks, selalu ada tempat untuk karyamu mister.

Oke, siapapun kamu yang membaca ini dan ingin memberikan saya sesuatu, kamu lebih baik memberi saya buku dari penulis-penulis diatas! :D

Pertanyaan yang sering juga saya dengar dari orang-orang ke pambaca macam kita adalah;

Apa enaknya baca buku?

Kalau saya sih jawabnya : rasanya hampir kaya kamu jalan-jalan ke Paris gratis, bisa tahu Eifell, bisa tau Arc de Triomphe atau Louvre dan jalan ke La Sein.

Saya bisa mengingatnya, karena saya sering baca buku yang sama kalau lagi kangen sama tokoh atau latarnya.

Dengan membaca buku, kita bisa kemanapun yang kita mau, kita bisa melihat angkasa, kita bisa menyelam lautan, bahkan kita bisa terbang- sesuatu yang mungkin akan sulit dilakukan di dunia nyata.

Dan, dengan bangga saya katakan kalau saya mencintai buku lebih dari kamu *eahh*

Kalau kamu lebih memilih menghabiskan waktu dengan teman sosialitamu, aku lebih memilih menghabiskan waktu dengan bukuku.

Cukup sekian, sudah hampir jam empat sore dan saya mau beberes pulang dari kantor.

Untuk kamu, siapapun yang belum jatuh cinta dengan buku, cobalah membacanya, maka kamu akan mengerti arti cinta pada pandangan pertama.

--

--

Inggrid Hayuningtyas
Inggrid Hayuningtyas

Written by Inggrid Hayuningtyas

Learn to be a beauty soul ¤ Read, Write and edit ¤ Writing project: surat cinta dari ayah, Kedua (at) http://storial.co ¤ http://inggridtyas.tumblr.com http://i

No responses yet